[Pre-Event] Io Sobillatore - Nai Ye Xia

"Huft.."

Menghela nafas perlahan seraya membereskan dokumen terakhir yang harus ia kerjakan hari itu. Sesaat manik ia arahkan pada ruangan tempat ia bekerja selama beberpa tahun terakhir dimulai dari perekrutannya ketika itu. Entah mengapa staff lainnya tak ada disini, padahal bukankah staff medical seperti dirinya dan sesamanya harus selalu bersiap jika ada orang yang memerlukan bantuan dalam pengobatan? Terutama untuk yang darurat. Bukan berarti ia sendiri tidak suka seenaknya melarikan diri dan ngacir berjalan kemana-mana asal bukan berdiam di ruangan ini biasanya. Hanya saja, sekarang terlalu sepi, kemana semua orang pergi?

Namun sepertinya mendengar berita bahwa akan ada pesta dansa yang diadakan sebentar lagi, dan mungkin juga alasan tersebutlah faktor utama rekan-rekan kerjanya tak ada sekarang. Tahu darimana? Berita cepat menyebar walau ia sendiri tak membaca pengumuman yang memberitahukan acara tersebut. Diadakan di cabang Eropa kalau tidak salah? Ah lelah sepertinya harus menempuh perjalanan hanya untuk menikmati hal seperti itu. Setidaknya Ye Xia sendiri tak pernah memikirkan hal macam itu.

Sudahlah.

Tak usah ikut saja mungkin.

Bagaimana dengan Liliru? Gadis cantik teman sekamarnya itu pasti sudah diminta banyak lelaki untuk menjadi pasangannya ya? Lemah lembut, baik hati dan pintar memasak, siapa gerangan lelaki yang berani menolaknya? Membersihkan letak dokumen terakhir seraya bangkit berdiri dari kursinya. Memastikan tak adanya pasien yang harus rawat inap karena luka serius. Lalu selanjutnya bagaimana? Inginnya sih pergi mendapati pasangan-pasangan baru tapi jika dia yang orang terakhir di infirmary pergi—

Langit bersinar cerah, udara dingin, daun pohon berguguran, ranting-ranting pohon jadi kering dan ‘kosong’. Black Order cabang Asia juga kosong—hiks—kosong hiburan, maksudnya. Otak Io sedang eror akhir-akhir ini. Satu tambah satupun ia jawab 6 (katanya sih benar juga 1 tambah 1 jadi 6) nanti satu kali satu ia jawab 2.

Io menelengkan kepalanya bingung. Matanya setengah tertutup dan terpaku pada lantai seolah ada ketertarikan khusus terhadap lantai yang dibersihkan setiap hari itu, kedua tangan terlipat di depan dada dan kedua kakinya berjalan tanpa tujuan. Hebatnya, sejak siang ia berjalan dengan gaya seperti itu dan tidak menabrak siapapun. Io memang keren, sih (tsah).

1 tambah 1 = 2, 2 tambah 2 = 4, 4 tambah 4 = 8, 8 tambah 8 = 16.

Artinya?

Io sudah mengelilingi markas ini sebanyak 18 kali! Selamat~! (applause) Kenapa harus mengelilingi markas? Apa ia berolahraga atau kepalanya terbentur tanah dari ketinggian 10 meter? Tidak—Io hanya sedang bosan, kok. Tidur malas, main malas, makan juga sudah kenyang.

Seriusan deh, dia bosan.

Mungkin boleh kalau ia sekedar randomly masuk ruangan yang ia temui? Lalu diusir dengan berbagai benda berterbangan? Boleh juga.

Ruangan pertama; infirmari.

“Wah ada orang,” sapanya kepada gadis pertama yang ia lihat sedang duduk di sana. Nyengir kuda tidak berdosa, ia masuk ke dalam ruangan, menutup pintu, dan mengambil kursi, duduk di sebelah gadis itu—Ye Xia. “Tidak sedang sibuk, kan?” hehehe.

BRUK!

BRAK!

GEDUBRAK!

Duh.

Menatap dalam diam dokumen-dokumen yang terjatuh sukses di samping tempatnya duduk saat ini. Menghela nafas panjang sebelum mulai kembali berdiri untuk mengambil kertas-kertas yang terancam tercuat keluar dari dalam dokumen-dokumen tersebut. Tak biasanya ceroboh seperti ini, tidak sengaja tersenggol tadi—memikirkan apa hm, Ye Xia? Memastikan tak ada yang tertinggal ataupun terselip sama sekali di kolong meja maupun tempat lainnya. Jangan sampai dokumen yang berisi catatan penting untuk staff bagiannya ini mengalami masalah nanti.

Membetulkan letak pakaian Cina yang dibalut seragam putih wajibnya saat ini. Mungkin sebaiknya ia memakai tambahan mantel tadi. Sedikit bergidik dengan hawa dingin yang ada. Tidak menyadari hal tersebut sebelumnya, ah sudahlah, ia akan segera pergi kembali jika salah satu seorang staff rekannya sudah masuk ke dalam sini juga. Tak rela memberikan waktu istirahatnya terus-menerus disini.

Mendengar suara langkah.

Siapa?

Menoleh perlahan dan mendapati sosok pemuda yang cukup pantas masuk dalam daftar orang yang ingin diteliti bagian tubuhnya oleh Ye Xia maupun masuk dalam daftar hitamnya karena perbuatannya ketika itu. Menatapnya diam, belum menunjukkan perubahan berarti walau pemuda itu semakin melangkah lebih dekat. Tak lama kemudian mendapati pemuda itu sudah berada di sampingnya, mengambil kursi untuknya duduk juga. Sibuk? Tidak memang, tapi ia sendiri cukup terganggu denganmu anak muda. Usianya beda setahun dengan pemuda itu, benar?

"Tidak..", masih menatap pemuda tersebut.

"Kau sendiri sedang apa Exorcist Sobillatore?", karena setahunya banyak orang tengah sibuk dengan kegiatan mencari pasangan kan? Apalagi yang ada di hadapannya ini adalah pemuda, yang seharusnya paling sibuk mencari pasangan kan?

"Tidak mencari pasangan ke pesta dansa? Banyak pria melakukan itu sekarang", bukan urusannya juga sih.

Hmm.

Pernah sekali Io memikirkan gadis yang kini duduk di sebelahnya. Nai Ye Xia, staff medis Black Order cabang Asia yang kabarnya memiliki keahlian dalam bidang akupuntur—melihat namanya yang berbau Cina. Yang ia pertanyakan adalah; ibunya makan apa saat mengandungnya sampai wajahnya nyaris minim ekspresi seperti itu?

“’Exorcist Sobillatore’? Kau tidak repot memanggilku seperti itu? Io saja cukup, kok,” menumpukan siku pada meja klinik di belakangnya. Nai Ye Xia itu aneh—memangnya lidah Asianya tidak keserimpet menyebut namanya? Padahal beberapa orang di sini sudah menjadi korban—yah.

"Tidak mencari pasangan ke pesta dansa? Banyak pria melakukan itu sekarang"

Ha?

Io mengerjapkan matanya terheran menghadapi gadis yang hanya beda satu tahun di depannya. Ga di sana ga di sini, semuanya membicarakan Grand Ball. Penting ya? “Memangnya harus?” jawabnya pendek, sebelum melemparkan pertanyaan selanjutnya, “kau sendiri sudah berpasangan?

Oiya.

Ia sudah bisa merapal nama yang sulitnya bagaikan mantra sesepuh di kampung halamannya itu eh? Kebetulan, lidahnya hanya sedang tak eror saja mungkin. Mungkin ia akan melanjutkan dengan merapal nama Liliru, teman sekamarnya nanti untuk bisa lebih tepat. Sepertinya sang pemilik nama juga sudah mengetahui betapa sulitnya menyebut namanya itu eh? Tangan dan arah kepala masih belum ditolehkan sepenuhnya pada pemuda tersebut karena dirinya masih cukup sibuk memilah file yang sempat terjatuh sia-sia tadi.

"Repot sebenarnya, Exorcist Io.."

Menoleh sesaat saja, walau ekspresi masih belum menunjukkan perubahan. Dan kembali pada meja kerjanya, ia tak bisa meninggalkan file-file tersebut dalam keadaan berantakan kan? Keheningan cukup tercipta sekarang tatkala ia melontarkan pertanyaan yang memang cukup tidak penting itu tadi. Namun memang benar para kaum adam sedang sibuk mencari pasangan dansanya kan? Seperti predator yang siap menerkam mangsanya, bernafsu sekali. Sedikit terkejut dengan tanggapan yang berbeda.

"Tidak..", karena menurutnya sendiri acara itu memang tidak terlalu penting. Intinya hanya berdansa dan menikmati hidangan saja. Mungkin bedanya pesta tersebut cukup berskala besar, sesuatu yang jarang sekali didapatnya pada kampung halamannya tersebut.

"Belum.. dan mungkin tidak akan?", malu dengan hal tersebut? Untuk apa? Biasa-biasa saja hm. "Paling tidak masih banyak pilihan gadis-gadis cantik disini kan?", menatap dalam diam pemuda tersebut. Cabang Asia memang menyimpan potensi kecantikan dan ketampanan kan? "Walau kau cukup cantik sebenarnya", berbisik lirih untuk bagian ini.

Wajah gadis ini mirip San Mè, dalam berbagai artian, selain paras Asia yang membuat mereka agak mirip serta gaya rambut dan postur tubuh. Io buka aib sekali; ia tidak terlalu bisa membedakan wajah gadis-gadis Asia karena menurutnya semuanya sama—nyaris sama. Meski dirinya dilahirkan di Korea, ia dibesarkan di Inggris dan tidaklah aneh jika ia lebih familiar dengan wajah-wajah Barat.

Yang membedakannya adalah San Mè lebih ekspresif. Eh, bukan artinya Io lebih menyukai gadis berisik—dia tidak terlalu pemilih, sih—tapi lucu saja.

Mata kehitamannya tampak meperhatikan gerak gerik Ye Xia. Membereskan ini dan itu ke sana dan ke sini. Selama ini dia mengira para staff medis hanya menganggur kalau sedang tidak ada pasien, tapi sepertinya tidak juga. Kini ia mendapati gadis Asia itu tidak memiliki pasangan; lebih parahnya lagi, tidak berniat ikut serta. Apa urusannya dengan Io?—yang hanya mengangguk saja tanda mengerti.

“Eh, eh,” memajukan tubuhnya untuk mendekati gadis tersebut barang sesenti, “nanti barengan, yuk.”

Semuanya begitu simpel. Dari pemakaian kata, senyum inosen di wajah Io Sobillatore, sampai isi kepalanya. Intinya sih, ajakan itu sebenarnya hanya keisengan belaka.

Hidangannya enak tapi tidak?

Ye Xia sendiri tidak hobi makan—sungguh. Tapi karena sudah begitu lama sekamar dengan Liliru, gadis berkebangsaan asing itu, yang sangat menyukai sesuatu bernama memasak. Tak terelakkan lagi ternyata makanan khas kampung halamannya tersebut hanya secuil bagian dari makanan yang ada di dunia ini. Padahal ia sendirilah yang paling tahu kesegaran dan kealamian produk makanan negara miliknya. Apalagi dengar-dengar makanan Barat itu berlemak banyak, sama saja dengan tidak sehat untuk mengkonsumsinya berlebihan.

Merasakan tatapan yang sedikit membuatnya tidak nyaman. Memangnya bekerja seperti ini terlihat aneh ya? Mengerling sejenak, memastikan fokus bola mata pemuda itu memang seakan menuju ke arahnya, atau arah di belakang tubuhnya. Ia tidak sedang narsis saat ini, hanya saja siapa yang suka bekerja dengan diamati seperti itu? Termasuk dia sendiri tentunya. Huft.

“Eh, eh,”

Merasakan pergerakan semakin mendekat, membuatnya reflek mundur sejumlah jarak yang pemuda itu kurangi. Dia melakukannya tanpa sadar kok, hanya sekadar gerakan-tak-usah-dipikirkan saja. Nanti barengan? Wajahnya memang masih tidak memperlihatkan emosi pasti, namun ia sendiri cukup bingung dengan maksud pemuda tersebut. "Barengan? Apa maksudmu? Sekarang saja kita sudah bersama kan?", menatap senyum lugu pemuda itu. Rasanya—lucu, mungkin karena Ye Xia tak pernah memiliki adik. "Dan nanti kemana? Kau mau minta ditemani—diobati?", dengan begitu gadis asal Cina ini bisa meneliti wajahmu yang cantik, yea.

Aaaaaah polos sekali.

Io membuat ekspresi sweatdrop mendengar respon gadis berkebangsaan Cina di depannya. Normalnya orang akan tahu apa yang ia maksud dengan bareng, terutama saat mereka sedang membicarakan topik yang masih…masih…baru? Io sendiri tidak terlalu berharap Ye Xia akan menerima ajakannya, pemuda itu kan cuma bercanda, toh.

Tapi bohong, setengahnya.

Ia mengerjapkan mata bingung lalu menegakkan tubuh di tempatnya, “maksudnya ke Grand Ball di Eropa itu,” spontan senyumnya melebar, membayangkan apa saja yang akan ada di sana—pesta dan terutama makanannya. “Katanya kau belum berpasangan? Jadi kalau tidak keberatan—err—“

Inilah saatnya menyadari gender sebagai seorang lelaki—saat ia bingung mau berkata apa hanya (yeah, hanya) untuk mengajak seorang gadis ke sebuah pesta dansa. Padahal hanya (setengah) iseng.

.

...

"Ah, kau mengajakku pergi bersama?", menepuk tangan kanannya di atas telapak tangan kiri. Apa itu maksud dari kata barengan yang pemuda Exorcist itu tadi ucapkan? Oh, apapun itu, Ye Xia tak mau repot-repot berpikir kejadian yang sudah lalu. Walau mengatakan hal seperti itu juga—ekspresinya masih sangat datar tuh, seakan tak ada penyesalan karena kesalahpahaman.

"Kalau tidak keberatan?", menatap pemuda yang usianya setahun lebih muda darinya tersebut seakan hendak meneliti keseluruhan sosok pasangan jodoh yang diberikan kedua orang tuamu ketika pertama kali bertemu.

"Terserah sih..", karena toh pergi atau tidak rasanya sama saja. Jadi soal arti katanya itu dianggap iya atau tidak adalah urusan si pemuda.

Io Sobillatore hanya memperhatikan Ye Xia menepuk kedua tangannya dengan maksud mengertikan maksud perkataannya. Jadi? Ya, ya, tidak perlu terburu-buru, sobat. Biarkan gadis itu memikirkan jawabannya. Sabar itu selalu baik, benar?

Masalahnya, kapan sih Io sabar? Pemuda yang short tempered ini lantas melempar pandangan tidak sabar pada si staf medis yang balas menatapnya, memperhatikannya (seolah) dari ujung kaki sampai ujung rambut. Hei, kenapa sih?

.....terserah?

"Boleh kuanggap itu sebagai 'ya'?"

Sabar.

Lebih muda, ckck. Bukan berarti Ye Xia meremehkan bocah—lagipula beda setahun masa bisa dibilang anak kecil sih. Walau tingkah si pemuda Exorcist memang seperti anak kecil sih. Mengedikkan bahu, menyertai jawaban terserah yang sejujurnya untuk lawan bicara mungkin memang cukup membingungkan. Tapi toh, yang penting Ye Xia menjawab.

Kembali melihat tumpukan file kerjanya.

Oh iya, melupakan satu hal yang membuatnya harus pergi ke bagian Staff Research nanti. Selagi ada waktu sekarang ini, mungkin lebih baik pergi? Sebelum semua staff menghilang seluruhnya karena acara Grand Ball ini. Merapikan dokumen yang harus ia bawa, sebelum kembali menatap si pemuda yang melontarkan frasa penegasan.

"Yah..", kenapa Ye Xia? Gugup? Adakah emosi seperti itu di dalam dirimu?

Berdiri.

Menganggukkan kepalanya. "Kutunggu di event nanti, maaf aku harus pergi sekarang", satu kata terakhir sebelum ia meninggalkan ruangan itu. Sekilas senyuman ia berikan sebelum menghilang sepenuhnya di balik tikungan ruang infirmary. Entahlah bisa terlihat oleh pemuda itu atau tidak, mengingat hanya senyum tipis dan kecil yang menaungi wajahnya.

[OUT]

"Yah.. Kutunggu di event nanti, maaf aku harus pergi sekarang,"

Secepat itu? Sesingkat itu? Sesederhana itu?!

Io memutar bola matanya, mengangguk pasrah dan sangat bingung dengan respon cepat Ye Xia. Ck. Kenapa baru pergi sekarang—saat Io baru ingin berbicara banyak hal dengannya? Yang namanya waktu memang sulit memberikan restu, kah? Yeah, ayahnya hanya turis asing yang bertemu wanita cantik, gemar berbicara soal uang kepada anaknya—keluarga nomor satu, uang nomor dua, makanan nomor tiga, boro-boro bicara soal wanita.

Duduk kaku di tempatnya, memperhatikan Ye Xia keluar ruangan dalam diam dan pintu ditutup. Sudah? Tidak ada urusan lagi, kan? Exorcist muda itu memasang ekspresi bosan, lantas membuka pntu yang baru ditutup dan berjalan keluar. Baru saja ia menemukan sesuatu yang menarik, kenapa ia harus bosan lagi? Hei, dunia?

[OUT]