[AMERICA] A New Beginning

Melihat darah mengalir dari dahi pemuda itu, yang juga agak membasahi sarung tangannya, Dai Fong langsung panik. "Da-da-da-da-da--DARAH!! Kau berdarah!! Aah!!" jerit Dai Fong panik. Ia langsung sibuk mencari sapu tangan di saku seragamnya, lalu merobeknya dengan teknik tertentu sampai saputangan itu 'menjelma' menjadi perban yang agak panjang.

"Diam, jangan bergerak. Biar aku perban dulu luka di kepalamu itu!" kata Dai Fong. Ia segera melilitkan perban dadakan itu di sekeliling dahi Gray, dan mengikatnya dengan agak kencang untuk menghentikan pendarahan.

"Yak, sudah. Lain kali, jangan sembarangan menabrakkan kepalamu begitu!" kata Dai Fong setelah ia selesai memberikan pertolongan pertama pada Gray. Ia lalu menatap sarung tangannya, yang kini kotor terkena darah pemuda itu.

Aku nggak bawa cadangan pula, sial...

Dengan satu gerakan cepat, Dai Fong melepas kedua sarung tangannya, menjejalkannya ke dalam saku seragamnya, dan menjejalkan kedua tangannya ke dalam saku celananya. Ia tidak mau memamerkan tato di punggung tangannya, yang dibuatnya entah dalam rangka apa.

Dai Fong terlihat sangat terkejut melihat darah di dahi pemuda berambut keabuan itu. Tanpa aba-aba, Dai Fong melilit saputangannya pada dahi Gray untuk menghentikan pendarahan.

"E-eh? Tak apa Dai Fong, hanya luka kecil...," ucap Gray agak tergagap.

"...lagipula aku suka rasa sakitnya...," gumamnya perlahan.

Gray memegang saputangan yang tadi dipasang oleh Dai Fong. Mukanya langsung berubah cerah. Lagi lagi ia mendapat perhatian, bukannya bagaimana, tapi biasanya Lee langsung membiarkan luka luka yang ia buat pada tubuh pemuda itu. Paling ia hanya menjilat lukanya sendiri, atau membersihkan luka itu dengan air bila ada. Tapi tetap saja ia melakukannya sendiri.

"Terima kasih, teman," ucapnya sambil tersenyum lebar, "Ayo makan kalau begitu! Aku sudah lapar!"

Untungnya Dai Fong sudah sigap dan memakaikan perban darurat pada Gray. Oke, tadinya Estrella mau langsung mengaktifkan Innocence-nya dan langsung lari ke infirmari untuk membawakan kotak P3K, namun rasanya hal itu tidak perlu sekarang. Setidaknya, untuk sementara ini.

"...lagipula aku suka rasa sakitnya...,"

Mata Estrella melebar mendengar kalimat ini, wajahnya menunjukkan ekspresi tidak percaya yang agak berlebihan, "Suka...?" ia mengerutkan alisnya, memandang Gray lekat-lekat, "Gray, kamu..." kalimat Estrella terhenti, awalnya ia hendak mengucapkan kata 'masokis', namun ia sendiri merasa tidak rela mengucapkan kata itu dari mulutnya. Gadis Meksiko ini menelan ludah, kemudian memberikan tatapan galak pada Gray, sambil mencubit pipinya.

"Pokoknya aku tidak mau lihat kamu menyakiti diri sendiri lagi ya! Setelah ini kau harus langsung ke infirmari!" ia melepaskan cubitannya, namun tatapannya seolah berkata 'aku-akan-mengawasimu-jadi-jangan-coba-untuk-kabur'. Baiklah, cukup soal itu. Tujuan mereka ke sini kan untuk makan sarapan yang nikmat. Coba, apa makanannya sudah tersedia? Estrella menoleh ke counter makanan untuk memastikannya.

Dai Fong hanya bisa mengangkat sebelah alisnya saat Gray mengatakan bahwa ia suka rasa sakitnya. Ia tidak mengerti, di sebelah mana enaknya rasa sakit itu. Kedinginan saja tidak enak, apalagi ditambah luka di kepala yang berdarah-darah... membayangkannya saja membuat Dai Fong agak merinding.

Teringat pada udara dingin, teringat juga tentang makanan yang dipesannya. Ia menoleh ke arah counter makanan untuk memastikan, dan... ternyata sudah siap. Dai Fong baru saja mau mengeluarkan tangannya dari saku untuk mengambil makanan itu, tapi ia teringat lagi bahwa ia tidak memakai sarung tangan. Dan ia sangat tidak ingin ada orang yang melihat tato di punggung tangannya.

"Aku, erm... Aku tidak jadi makan. Hilang selera..." kata Dai Fong pelan. Ia mundur perlahan-lahan, siap pergi meninggalkan kafetaria.

"Aku... aku pergi duluan... Sampai jumpa," kata Dai Fong singkat sebelum berbalik ke arah pintu keluar.

---

OOT : someone, stop him!!

Ahh, rupanya sarapan pagi ini sudah siap untuk disantap bersama rekan-rekan Exorcistnya. Suatu momen yang cukup dinantikan mengingat sehari-hari mereka adalah prajurit lapangan yang ditugaskan membasmi monster-monster mengerikan di luar sana. Bila ada kesempatan beristirahat dan bercengkrama dengan teman-teman tersayang, jangan disia-siakan. Itu prinsip yang selalu dijunjung Estrella.

Gadis enerjik itu melangkah ke depan counter makanan di mana sarapannya telah tersedia, namun belum juga ia mengambilnya, lelaki di sebelahnya mengeluarkan pernyataan tak terduga.

"Aku, erm... Aku tidak jadi makan. Hilang selera..."

Apa? Hilang selera? Estrella menaikkan alisnya begitu mendengar kalimat itu terlontar dari mulut Dai Fong. Ia terpaku berdiri di sana, menunggu penjelasan lebih lanjut, sementara kedua mata hijaunya tak lepas dari pria Cina itu.

"Aku... aku pergi duluan... Sampai jumpa,"

Dengan munculnya ekspresi terkejut sekaligus kesal dari wajahnya, Estrella melangkah cepat untuk menyusul Exorcist berambut hitam tersebut. "Dai Fong!" dan ketika sudah dalam jangkauannya, Estrella menarik lengan pria itu keras-keras, "Makanlah walau cuma sedikit! Sarapan itu penting, apalagi kamu sedang kedinginan," walaupun nada bicaranya tinggi, jelas terlihat kalau Estrella mengkhawatirkan kondisi temannya ini, "Nanti kamu sakit! Sudah, menurut dan makan saja! Ya?" kali ini, dengan tatapan galak ia meminta Dai Fong untuk menuruti permintaannya.

Bertambah lagi orang yang harus diawasi Estrella... Dia ini kenapa sih, makan saja kok susah? Gray juga lagi, bisa-bisanya membenturkan kepala ke dinding keras-keras. Manusia itu memang ada-ada saja kelakuannya.

Dai Fong sama sekali tidak menyangka bahwa Estrella akan menyetopnya. Tidak, lebih tepatnya ia sudah menduga Estrella pasti akan menyetopnya, tapi ia tidak menduga bahwa gadis itu akan menarik lengannya, dengan keras pula. Sentakan yang keras itu membuat tangannya yang tadi ia masukkan ke dalam saku bajunya keluar... dan menunjukkan tato kupu-kupu yang ada di punggung tangannya.

Sekilas, tatapan pria itu berubah. Rasa takut, marah, dan panik bercampur aduk, terpancar dengan jelas di matanya yang hitam. Dan sekilas pula, ia sempat mengeluarkan aura membunuh yang pekat.

Dengan satu sentakan keras, ia menarik lagi lengannya dari pegangan gadis itu dan kembali memasukkan tangannya ke dalam saku seragamnya. Ia menjatuhkan pandangannya ke lantai, takut tindakannya tadi sudah melukai hati sang gadis. Sudah menjadi sumpahnya untuk tidak menyakiti wanita manapun, kecuali musuhnya.

"...maaf...." ucapnya pelan. Tanpa berusaha menengok lagi ke arah Gray ataupun Estrella, Dai Fong segera melangkah pergi dari kafetaria dengan langkah cepat.

[OUT]

Auh, entah kenapa gadis Meksiko di depannya malah memarahinya. Baiklah, gray tahu bersifat masokis itu adalah salah, ia paham hal itu. Tapi ia tak ingin mengubahnya, ia tak ingin mengubah apapun tentang masa lalunya. Toh, sifat itu muncul hanya kadang-kadang saja, jika switchnya telah dinyalakan. Uh, berarti sebisa mungkin ia harus menghindari apa-apa yang bisa membuatnya masokis, hanya demi Estrellla.



Euh, semburat kemerahan serta merta muncul di kedua pipi Gray. Degup jantungnya juga semakin lama semakin cepat…tak karuan. Perasaan yang tidak pernah muncul sebe…ah, sepertinya sudah terjadi pagi tadi. Gray yang kebingungan dengan dirinya sendiri itu amat sangat ingin membenturkan kepalanya itu lagi ke tembok, tapi lebih baik jangan sekarang. Tidak saat Estrella ada di sini.

Tiba-tiba saja karena kejadian kecil (yang tidak diperhatikan Gray karena dirinya sibuk memikirkan ini itu), Dai Fong meninggalkan mereka yang sedang akan makan itu. Eh, apa dirinya telah membuat nafsu makan pria itu hilang?

“E..Estrella, Dai Fong kenapa? Apa salahku? Ba-bagaimana ini?” tanyanya dengan muka agak merengut. Ugh, sekali lagi Gray harus menahan hasrat melukai dirinya. Alasannya masih sama, karena ada Estrella. Dalam hati Gray, ia sudah berjanji akan melakukan hal itu di kamarnya. Ya, harus itu.

Bohong bila Estrella tidak terkejut atas perlakuan tidak terduga yang diterimanya. Niat baiknya ditolak karena alasan yang tidak ia mengerti, ataukah ia terlalu memaksa? Sedikit rasa takut terbesit ketika Dai Fong memancarkan aura membunuh yang pekat, dan sentakan keras itu cukup membuat Estrella shock. Apa ia memang telah salah bersikap?

"...maaf...."

Satu kata.

Itu saja?

Seiring dengan kepergian pemuda Cina tersebut, ekspresi di wajah Estrella berubah drastis. Kaget, sedih... Dan satu pertanyaan yang membayangi benaknya: kenapa?

“E..Estrella, Dai Fong kenapa? Apa salahku? Ba-bagaimana ini?”

Gadis ini terdiam sebelum mampu menjawab pertanyaan Gray, matanya masih menatap lantai. "Tidak tahu... Ini... Bukan salah Gray, kok..." kepergian dan sarapan yang jadi mubazir kemungkinan besar karena kesalahannya sendiri, karena hal itu, ia jadi makin merasa bersalah. Perlahan, ia berbalik, menghadap Gray yang berdiri di belakangnya. "Gray... Aku... Harus bagaimana?" ujarnya lemas dengan mata berkaca-kaca, kedua tangannya menggenggam seragam Gray seperti meminta penjelasan, padahal ia sendiri tahu kalau Gray tidak ada hubungannya dengan masalah ini.

Maafkan Estrella, ya...?

"Gray... Aku... Harus bagaimana?

Eh, gadis di depannya malah balik bertanya hal yang hampir sama. Sebenarnya ini kenapa? Estrella melakukan sesuatu pada Dai Fong, atau sebaliknya-kah? Ataukah Gray sendiri yang melakukan sesuatu itu?? Arhh, seharusnya Gray tidak terlalu banyak berpikir tadi!

"Ung, aku tidak tahu Estrella..." ucapnya dengan muka tertunduk.

Euh, suasana jadi benar-benar tidak enak saat ini. Nafsu makan lenyap begitu saja.

"Estrella, kita keluar saja yuk, cari udara segar. Nafsu makanku sudah hilang..." ajak pemuda berambut keabuan itu dengan senyuman lebar di mukanya. Ya, lebih baik keluar saja daripada menjadi pemurung begini. Kalau tidak bisa-bisa Gray jadi sakit kepala nantinya.

Nafasnya terasa sangat berat, begitu pula dengan perasaannya. Seperti inikah perasaan bersalah itu? Sungguh suatu perasaan yang tidak menyenangkan... Estrella betul-betul melenyapkan perasaan itu, tapi semua butuh proses, walaupun ia ingin perasaan itu lenyap begitu saja.

Helaan nafas panjang lolos dari gadis yang ekspresinya sudah tidak karuan ini. Seperti bukan Estrella saja, menghela napas dan berekspresi seperti itu.

"Estrella, kita keluar saja yuk, cari udara segar. Nafsu makanku sudah hilang..."

Perlahan, Estrella mengangkat wajahnya, yang entah sudah seperti apa sekarang. Memang sudah tidak ada nafsu makan yang tertinggal, kalau sudah begini keadaannya... "... Iya." ia mengangguk lemah, seraya memaksakan senyuman tipis yang ditunjukkannya pada Gray. Sebenarnya ia ingin tersenyum ceria seperti biasa, tapi ia tidak bisa... Hatinya terlalu sakit untuk melakukan itu.

Dengan langkah pelan, mereka meninggalkan kantin itu, dan melanjutkan tur--seharusnya begitu. Entah ke mana mereka akan pergi setelah ini, tapi ada satu hal pasti yang harus dilakukan Estrella setelah ini semua berakhir. Meminta maaf pada Tek Dai Fong.

Apa... Apa ia akan memaafkannya?