[CENTRAL] Gone The Rounds

Pagi hari, sepertinya waktu berjalan begitu cepat. Malam yang ada malah membuatnya kembali memimpikan sesuatu yang menyeramkan. Bayangan itu lagi, ingatan di mana mereka berdua berlari mengintari lorong-lorong dari kota di atas tumpukan salju. Saling berpegangan tangan namun kemudian terlepaskan karena suatu hal...

--menghilang.

"YORU!"

Berteriak dengan suara sekencang-kencangnya, memanggil nama sang saudara sambil membuka mata, terbelak dengan keringat dingin di sekujur tubuhnya. "Hah... hah..." menghembuskan satu dua nafas yang tersengal-sengal. Kemudian tersadar dengan suasana pagi di sana, menurunkan kelopak matanya. Entah kenapa kembali teringat pada sesuatu yang tidak ingin diingatnya.

Nikolai sekarang, bukan lagi Fyodor yang sudah tertidur di dalam ruangan itu. Mimpi barusan ternyata berdampak buruk bagi psikologisnya lagi, tapi lumayan memberikan dampak baik bagi fisiknya. Yah... lihatlah, anak ini setidaknya sudah bercucuran keringat dan lagi demamnya sudah turun. Ia hanya terlihat shock karena mimpi barusan...

... "Shreirin... Shreirin..." panggilnya kemudian.

Shreizag menghela nafas, tatapannya masih memandang pemandangan pagi Westminster yang ramai bekas perayaan tahun baru tadi malam. Ya, mulai hari ini usianya bertambah menjadi 29 tahun. Tak terasa usianya sudah mendekati kepala 3...

"YORU!"

Ia terkejut dengan teriakan yang tiba-tiba itu, spontan kepalanya langsung menoleh ke sumber suara, dan menemukan Nikolai yang baru terbangun dari tidur--atau mungkin lebih tepatnya, mimpi buruknya? Tanpa membuang waktu, Shrei langsung berjalan ke pinggir tempat tidur.

"Shreirin... Shreirin..."

"Aku di sini," katanya pelan, sambil menidurkan kembali Nikolai ke permukaan tempat tidur. Ia mengambil kain kompresan yang tadi ada di atas dahi Nikolai kemudian menyimpannya. Tangan kirinya membuka sarung tangan di tangan kanannya, kemudian dengan tangan kanannya itu ia meraba dahi Nikolai, mengecek demamnya. Ah, demamnya sudah turun, rupanya... Ia bernafas lega.

Pria Norwegia ini kembali menatap Nikolai yang terbaring, kemudian memegang tangan anak itu dengan tangan kanannya, "Sudah tidak apa-apa," katanya, menenangkan Nikolai dari mimpi buruknya. Tak lama, ia kembali berdiri, dan mengambilkan segelas air untuk anak berambut abu itu. "Ini, minumlah." ia mendorong punggung Nikolai ke depan perlahan, kemudian memberikan segelas air itu padanya.

Nikolai meminum airnya, meneguknya cepat-cepat karena segera ingin bercerita soal mimpi tadi pada Shrei. Yah... ia selalu banyak bicara daripada saudara kembarnya yang super pendiam itu. Meneguk sisa air terakhir dalam gelas tersebut kemudian mengelap mulutnya yang basah dengan kain seragam di lengannya.

"Shreirin aku bermimpi buruk, sangat menyeramkan. Aku dan Yoru berlari-lari di atas tumpukan salju, jalannya membingungkan. Kami hanya berpegangan tangan dan tiba-tiba..." berbicara dengan nada super cepat, mungkin dengan satu tarikan nafas ia menghembuskan semua perkataan itu. Namun, bicaranya terhenti begitu melihat adanya sosok lain di ruangan tersebut.

Sang kakak.

"Eeeh! Kenapa dia tidur di sini!!" menunjuk-nunjuk snag nona berambut ikal yang tengah tertidur dengan sebuah gaun cantik layaknya putri salju. Nikolai yang penasaran kemudian menyipitkan matanya, memfokuskan penglihatannya pada Lia yang tidur di sofa sebelah sana. "Ah! Dia memakai baju baru dari Shreirin! Kenapa Lia yang dapat baju baru! Bukannya Shreirin yang ulant tahun?! Ini tidak adil ah! Harusnya kan aku juga dapat!!" memrotes lagi, persis seperti anak kecil yang minta dibelikan mainan.

Kali ini mungkin sudah lupa mengenai mimpi buruknya barusan.

Mungkin.

Samar, Lia merasakan semilir angin di wajahnya. Samar, ia juga mendengar ada orang yang berbicara. Ia membuka matanya perlahan, menatap ruangan yang tampak serba samar sambil mengingat di mana ia dan apa yang sedang dilakukannya.

Begitu ia teringat apa yang terjadi semalam, ia langsung membuka matanya lebar-lebar dan terduduk. "Nikolai!!" panggilnya panik. Bagaimana tidak; seingatnya hal terakhir yang dilakukannya adalah tertidur di sebelah anak lelaki itu, sambil menggenggam tangannya erat. Tapi sekarang ia tertidur sendiri di atas sofa.

Ia memandang sekelilingnya bingung, lalu melihat bahwa ternyata ia hanya bergeser sedikit dari tempat di mana ia tertidur semalam. Melihat Nikolai sudah kembali cerewet seperti biasa, Lia menghela nafas lega. Ia beranjak dari sofa tempatnya tertidur, lalu berlutut di tepi tempat tidur.

"Syukurlah kamu sudah sembuh, Nikolai..." kata Lia pelan. Tidak ada perubahan ekspresi yang berarti di wajahnya, namun dari suaranya terdengar jelas kelegaan yang teramat sangat.

"Ah, iya... ada sesuatu untukmu..." kata Lia pelan. Ia lalu berdiri dan mengambil seragamnya, lalu merogoh saku seragamnya dan mengeluarkan sehelai sapu tangan berwarna putih. Di salah satu ujung sapu tangan itu, ia menyulam inisial 'N.M.' dengan benang abu-abu.

"Selamat Tahun Baru..." gumam Lia sambil menyerahkan sapu tangan itu kepada Nikolai.

Nikolai meneguk airnya dengan cepat, tampak tak sabar untuk mengucapkan sesuatu. Shreizag menaruh kembali gelas yang telah kosong itu di meja kecil sebelah tempat tidur.

"Shreirin aku bermimpi buruk, sangat menyeramkan. Aku dan Yoru berlari-lari di atas tumpukan salju, jalannya membingungkan. Kami hanya berpegangan tangan dan tiba-tiba..."

Shrei mendengarkan cerita itu dengan tenang, sambil mengelap keringat di sekitar wajah dan leher Nikolai dengan sapu tangannya. Rupanya ia sudah benar-benar sembuh sekarang, lihat saja semangatnya ketika bercerita tentang mimpinya. Namun, ceritanya tak rampung karena sesuatu yang lain mengalihkan perhatiannya

"Eeeh! Kenapa dia tidur di sini!!"

Shreizag menoleh ke arah Nikolai menunjuk, dan menemukan Lia di sana.

"Ah! Dia memakai baju baru dari Shreirin! Kenapa Lia yang dapat baju baru! Bukannya Shreirin yang ulang tahun?! Ini tidak adil ah! Harusnya kan aku juga dapat!!"

Nikolai mulai merengek, dan sejujurnya Shrei belum menyiapkan jawaban untuk yang satu ini. Ia menghela nafas kecil, kemudian suatu suara pelan menyelamatkannya.

"Ah, iya... ada sesuatu untukmu... Selamat Tahun Baru..."

Gadis Irlandia itu menyerahkan sapu tangan bersulam pada Nikolai, ah, rupanya perhatian juga telah tumbuh dalam diri Lia pada anak berambut abu itu. Senangkah ia? Tentu, walau kini hanya senyum kecil yang terpampang pada wajahnya.

Tiba-tiba ia teringat sesuatu. Pria Norwegia ini beranjak dari tempatnya, kemudian berjalan ke depan lemari bajunya. Ia membuka kedua pintu kemari itu, kemudian tampak mencari-cari sesuatu di dalamnya. Mulai dari rak paling bawah, tengah, dan akhirnya rak paling atas. Ia meraba-raba sesuatu di atas sana, dan menariknya keluar. Sebuah setelan jas berwarna hitam berukuran kecil.

Ia tersenyum simpul melihat benda kenangan itu. Benda yang pertama kali Raquel berikan padanya saat usianya 9 tahun. Jas ini, sama dengan jas yang ia pakai di foto yang diambil 20 tahun lalu, yang kini dipajang di sebuah figura kayu di atas meja kerjanya. Walau sudah berumur, tak nampak cacat sedikitpun dari benda tersebut. Masih bersih, dan tidak kelihatan seperti baju usang. Tentu, karena Shrei sungguh-sungguh merawatnya.

Kemudian ia berjalan ke pinggir tempat tidur, memberikan setelan jas yang dilipat rapi itu pada Nikolai, "Ini untukmu, pakailah." Bukankah itu adalah benda yang berharga baginya? Ya. Apa dia tidak merasa sayang memberikannya pada orang lain? Tidak sama sekali. Justru, ia yakin baik dirinya maupun Raquel akan merasa senang untuk melihat jas itu dipakai sekali lagi, terutama, bila yang memakainya adalah orang yang disayangi oleh pria berambut putih yang kini berusia 29 tahun itu.

"Syukurlah kamu sudah sembuh, Nikolai..."

EH! Sesuatu yang tak terduga rupanya, padahal biasanya Lia melemparkan boneka kelinci padanya jika ia sudah berkelakuan menyebalkan seperti yang tadi. Alisnya merengut ketika si nona itu memanggilnya menggunakan nama itu, huff nama yang bahkan pemiliknyapun tidak sadar bahwa itu namanya. Tapi terserah dialah.

Sampai Lia mendekat dan memberikan sesuatu untuknya, eh? Apa, sebuah sapu tangan sebagai hadiah tahun baru? Atau hadiah ulang tahun? Bukannya yang ulang tahun itu Shrei? Lagi-lagi ribuan pertanyaan itu mendiamkan mulut bawelnya. Membawa mata abu pekatnya menuju lembaran putih berinisial namanya.

N.M. untuk Nikolai Mikhailov kah?

"Te... terima kasih," ucapnya, memegangi benda itu sambil tertunduk, berseri dengan guratan merah di sekitar wajahnya. Jika ia bisa bertemu dengan Yoru saat ini, pasti sudah dipamerkan benda itu pada saudara tersayangnya dan berkata bahwa ia sangat senang tinggal di tempat ini dengan orang-orang yang menyayanginya.

"Ini untukmu, pakailah."

Lagi?

Mata Nikolai memandangi setelan jas berwarna hitam kelam yang dibawakan untuk Shrei, sedikit terpana ketika melihatnya karena sejujurnya ia tidak memiliki ingatan apapun bahwa pernah memiliki benda seformal itu sebelumnya.

"Be... benar untukku?" sedikit tidak percaya kemudian memegangi benda tersebut, memasang senyum lebar lalu memeluknya. Tidak percaya juga akan mendapatkan hadiah seperti ini.

Nikolai lalu menengadahkan kepala, memandangi dua orang yang sedang bersamanya satu-persatu. "Kalian baik sekali padaku," ucapnya. "Sebagai gantinya nanti akan kubuatkan makanan yang paliiiing enak, atau kue bertingkat lima untuk perayaan ulang tahun Shreirin!!" lanjutnya lagi, menggebu-gebu sambil memainkan tangan, memeragakan setinggi apa kue ulang tahun yang akan dibuatnya nanti.

Benar, ia akan membuatnya. Karena rupanya, hal terbaik yang dapat ia berikan bukanlah tarian atau nyanyian, melainkan perasaan yang dituangkannya dalam bentuk, rasa.

"Be... benar untukku?"

Shreizag mengangguk pelan, memerhatikan rona wajah anak itu yang tampak girang ketika menerima dua hadiah berturut-turut. Siapa yang sebenarnya ulang tahun? Shrei tidak peduli dengan itu, asal mereka semua dapat berbagi kebahagiaan, kapan lagi kedua muridnya dapat akur seperti ini?

"Kalian baik sekali padaku. Sebagai gantinya nanti akan kubuatkan makanan yang paliiiing enak, atau kue bertingkat lima untuk perayaan ulang tahun Shreirin!!"

Pria Norwegia ini mengelus kepala Nikolai yang tengah bersemangat, "Tidak perlu repot-repot, Shu," ujarnya pelan, "... Tapi aku akan menantikan itu." lanjutnya sambil tersenyum. Ah, senyum yang lebih tulus dari biasanya. Walaupun terlihat sedikit kaku, namun akhirnya bukan hanya senyum tipis lagi yang ia tampilkan.

Melihat kondisi yang sudah membaik ini, rasanya Shrei perlu memutuskan apa yang akan mereka lakukan selanjutnya. Rasanya, terlalu membosankan untuk menghabiskan hari ini di kamar pribadinya. "Kalau begitu bersiap-siaplah, kita sarapan di luar." titahnya pendek sambil beranjak dari pinggir tempat tidur. Tidak, Shreizag tidak akan ke mana-mana, ia hanya melangkahkan kakinya ke depan lemari lagi, mencari pakaian yang tepat untuk hari ini. Ketika murid perempuannya memakai gaun yang manis dan murid lelakinya memakai jas bagus, tentu akan terlihat aneh bila hanya ia sendiri yang memakai seragam, bukan? Untuk hari ini saja, Shreizag ingin berpenampilan lain, seperti seorang ayah dengan kedua anaknya yang berjalan-jalan di kota, tanpa mempedulikan status mereka yang sebenarnya.

---

[OOC : Hore, udah mau tamat...]

Lia tidak bisa membayangkan seperti apa kue bertingkat lima itu. Serius, dia benar-benar tidak bisa membayangkannya. Bukan karena Nikolai yang mengatakan hal seperti itu, tapi karena memang seumur-umur ia membantu mathair-nya bekerja, ia tidak pernah melihat kue bertingkat lima. Yang biasa ia lihat adalah kue tingkat dua.

"Lia... belum pernah lihat yang tingkat lima. Jadi ingin lihat..." gumam Lia pelan, sambil membayangkan kira-kira seperti apa kue tingkat lima itu. Satu hal yang sempat terlintas di pikirannya; memangnya tidak akan rubuh?

Tapi khayalan anehnya itu langsung dibuyarkan oleh titah Shrei yang mengajak mereka untuk makan di luar. Lia langsung berdiri dan merapikan gaun dan rambutnya dengan seadanya, lalu menoleh sekelilingnya untuk mencari di mana tadi ia meletakkan boneka kesayangannya. Ia menemukan boneka itu tergeletak di sofa tempat ia tertidur tadi. Ia langsung mengambilnya, dan memeluknya erat seperti biasa.

Athair, mathair... Aku sekarang baik-baik saja... batinnya.

Ia lalu menoleh ke arah Shrei dan Nikolai, memberikan tatapan yang mengatakan 'ayo kita pergi sekarang'.

"Kalau begitu bersiap-siaplah, kita sarapan di luar."

Sarapan di luar? Ide bagus! Setidaknya anak laki-laki yang tidak begitu menyukai suasana dalam markas ini pasti akan beranjak kegirangan, kembali seperti anak-anak berusia 8 tahun yang akan dibawa jalan-jalan oleh ayahnya. Sudah lama bukang ia tidak pernah berjalan-jalan bersama dengan keluarganya? Atau mungkin belum pernah? Apapun itu, saat ini Nikolai tentu merasa girang.

Mengikuti Shrei, turun dari ranjang dan segera masuk ke dalam kamar mandi. Apa yang dilakukan untuk pertama kalinya, bercermin, bagaimanapun dengan melihat bayangan dirinya, ia jadi bisa melihat sosok lain dari dirinya.

... "Yoru kau tahu, aku mendapatkan baju yang bagus dari Shreirin. Kuharap kau memilikinya juga nanti sehingga kita bisa memakainya bersama," menyunggingkan senyum di sana, seakan melihat sosok lainnya sedang tersenyum juga.

Tidak berapa lama kemudian anak ini keluar dan melihat dua orang lainnya yang telah siap. "Jadi berangkat?"

Sehat.

Semua sudah siap. Pakaian yang rapi, badan yang sehat, perasaan yang ringan, dan tentu saja, seulas senyuman tulus di wajah.

Tidak ada hal yang mampu menurunkan mood-nya hari ini, hari ini, hari terbaik untuknya. Hari di mana ia bisa berbagi kebahagiaan pada orang-orang yang ia kasihi, pada mereka yang sudah ia anggap sebagai putra-putri sendiri. Ini adalah hari di mana ia bisa merasakan sebagai bagian dari keluarga yang seutuhnya, merasakan peran sebagai ayah yang sesungguhnya, dengan melihat senyum terukir di wajah putra-putrinya yang ia sayangi.

Sungguh hari terbaik untuknya.


Sang golem perak bertengger di pundaknya, sementara ia meraih tangan-tangan mungil milik kedua muridnya. Tersenyum, "Ayo, kita pergi." dan pintu terbuka, membiarkan keluarga kecil itu memulai salah satu hari yang paling membahagiakan untuk mereka semua.

---