[ASIA] Tai Chi Master?

Timeline: 30 Januari 1880; Pukul 6 Pagi sebelum sarapan dan memulai pekerjaan.
Lokasi: Taman, dipenuhi cahaya matahari, udara masih sejuk. Di luar Black Order, tapi tidak terlalu jauh.
Status: Invited Only.

@Staf, kalau tempatnya salah, mohon bantuannya untuk dipindahkan. Soalnya saya sendiri juga bingung mau taruh di mana topik ini *dihajar*

Spoiler:

---

Pagi yang cerah. Sudah lama Lian Jie tidak bangun dengan perasaan sedamai ini. Damai? Mungkin kata yang lebih tepat adalah bosan. Ya, belum ada seminggu Dokkaebi bermain bersamanya, menghadiahkannya cedera pada tulang iganya, sampai dia dilarang keras untuk berlatih. Bagi Lian Jie yang terbiasa dengan menu latihan keras, menghadapi hari-hari kosong tanpa kegiatan ternyata menyiksanya juga.

Lalu apa yang akan dilakukannya sekarang sementara dia harus istirahat total selama kurang lebih 3 minggu? Exorcist kecil itu berjalan ke taman Black Order dengan langkah ringan. Entah sudah berapa hari dia lewati tanpa pertarungan, rupanya ada efeknya juga pada raut wajahnya. Raut yang biasanya tampak kelam dengan sorot mata seperti akan membunuh itu, kali ini tampak tenang... mungkin juga menghanyutkan.

Rerumputan menghijau sepanjang mata memandang, di depan ada sebuah telaga yang airnya jernih. Koi berwarna-warni berenang dengan riang bersama teman-temannya di dalamnya. Di dekat danau, ada sebatang pohon rindang yang di bawahnya terdapat sebuah bangku. Lian Jie melangkahkan kakinya ke sana.

Ketika dia duduk dan mengalihkan pandangan seutuhnya ke arah telaga, dia teringat akan pesan seorang wanita yang mengaku sebagai bibinya itu, "Besok pagi kita berlatih Tai Chi, ya? Di dekat sini ada taman, kan? Latihannya di sana saja!"

Orang yang aneh. Apa dia tidak sibuk dengan pekerjaannya? Masa baru sebentar saja dia sudah merasa bosan? Lalu di mana dia sekarang? Masa yang mengajak malah terlambat?

Kesiangan! Zhang Huo Ju gelagapan bangun sambil menyeruak gunungan kertas di meja kerjanya dan berteriak keras tak peduli siapa yang ada di sekitarnya. Untungnya tak ada siapa-siapa. Rupanya dia dibiarkan tertidur di Ruang Pemecah Sandi tanpa ada yang menyuruhnya pindah tempat tidur.

Dasar! Ini gara-gara ia terlalu bersemangat memecahkan berbagai macam sandi semalam tadi, sampai lupa pada kegiatannya yang sudah dirancang oleh dirinya sendiri. Kalau sudah muncul rasa penyesalan begini, dia hanya bisa menyalahkan dirinya sendiri yang terlalu mengutamakan pekerjaan di atas segalanya. Eee, benarkah? Rasanya tidak juga.

Tapi bukan saatnya untuk menggerutu. Serabutan, dia berlari keluar dari ruang kerjanya ke kamar untuk sekadar bertukar pakaian. Mandi? Mana sempat. Salah-salah nanti keponakannya malah akan meninggalkannya lebih dulu atau marah-marah padanya. Huo Ju ingat betul bagaimana dinginnya sifat Li Lian Jie.

Menyapa singkat semua orang yang ditemuinya sepanjang perjalanan, Huo Ju berlari tanpa henti menuju taman yang ia tunjuk sebagai lokasi pertemuan sekaligus tempat latihannya. Ya, dia yang akan berlatih Tai Chi sedangkan Lian Jie, keponakannya, akan menjadi gurunya. Kenapa? Masa Huo Ju tega memaksa badan yang masih terluka itu?

Sesampainya di bawah pohon yang sama tempat pemuda berpakaian hitam dengan salib Black Order menghias dada kirinya itu menunggu, Huo Ju langsung terbungkuk-bungkuk sambil berusaha menyedot seluruh oksigen ke paru-parunya.

"Ma-maaf, ya... terlambat..." sengalnya sambil memijit iganya yang ngilu. Ah, kalau diingat-ingat, semalam tadi dia belum makan.

Setelah menghirup cukup udara dan mampu berdiri tegak, seraya menggelung rambut hitamnya yang panjang itu, Zhang Huo Ju pun berujar dengan penuh semangat, "Ayo, kita mulai latihannya!"

Sebenarnya apa motivasinya belajar Tai Chi? Pikirannya yang sederhana menjawab: karena dia orang China, maka sudah sepantasnya dia tahu tentang Tai Chi.

Pikiran yang terlalu sederhana, memang. Tapi naluri seorang pemecah sandinya bergejolak di dalam dirinya. Tai Chi tentunya merupakan simbol dari sesuatu yang mengandung makna yang dalam. Mungkin saja.

OOC: yo oloh lupa nambahin tag [ASIA] *jedug* terima kasih, staf yang sudah berbaik hati menambahkan m(_ _)m dan maaf merepotkan

---

Bunyi gemericik air telaga dan bunyi dedaunan bergemerisik, membawa ketenangan tersendiri bagi Li Lian Jie. Kesempatan seperti ini terhitung jarang bagi Lian Jie. Sepi, tak ada siapa-siapa. Hanya dia dan alam. Pemuda itu memejamkan matanya ketika kehangatan cahaya mentari merambati tubuhnya sedikit demi sedikit.

Kemudian, dia mendengar langkah kaki yang semakin dekat dengannya, semakin mengganggunya. Cemberut, Lian Jie membuka matanya dan memandang galak si pembuat keributan itu.

Oh, wanita yang katanya adalah bibinya. Tapi apa benar dia bibinya? Ingatan Lian Jie sama sekali tak menangkap kemiripan antara Zhang Huo Ju dengan ibunya. Yah, tiga tahun sudah berlalu, Mungkin otak Lian Jie sudah terkikis?

"Ma-maaf, ya... terlambat..."

Lian Jie berdiri dari bangkunya dan menghadapi wanita yang notabene lebih tinggi darinya itu, membuatnya harus agak mendongak, "Payah! Siapa sih yang memintaku kemari? Aku sudah repot-repot datang kemari, jangan terlambat dong!"

Kesal. Tapi ada alam yang mendampinginya dan segala pikirannya sudah dijauhkan dari segala macam bentuk pertarungan.

"Ayo, kita mulai latihannya!"

Melihat semangat belajar yang terpancar luar biasa di wajah bibinya itu, Lian Jie menghela nafas panjang dan berhasil menenangkan dirinya sendiri.

"Mm," pemuda itu mengangguk dan berjalan mencari ketinggian tanah yang bisa menyeimbangkan dirinya dengan Huo Ju, "Memang seharusnya begitu."

Lian Jie memutuskan untuk berdiri di atas sebuah gundukan tanah, agak jauh dari pohon dan menunjuk tanah lapang di depannya dengan tangan kanannya, karena tangan kirinya dibebat dalam gendongan kain segitiga untuk menjaga kestabilan tulang iganya, "Kalau begitu... kita mulai. Pertama-tama," Lian Jie memposisikan dirinya sebagai contoh walau keadaannya terbatas, "Ambil posisi awal. Berdiri tegak, angkat dua tangan lurus di depan dada, turunkan sampai ke depan ulu hati. Lalu putar badan ke kiri, lihat posisi kakiku dan tanganku! Jangan bikin gerakan aneh!"

"Payah! Siapa sih yang memintaku kemari? Aku sudah repot-repot datang kemari, jangan terlambat dong!"

Tuh kan, seperti yang sudah diduganya, Li Lian Jie marah-marah. Memang, Huo Ju yang salah karena dia sudah bangun kesiangan. Tapi tidakkah anak itu bisa memahami kalau semalam tadi dia begadang memecahkan sandi? Tidak semua orang bersantai-santai di Black Order. Lagipula, dia ini kan bibinya. Huo Ju tak pernah ingat adiknya dulu punya sifat sedingin Li Lian Jie.

Apa sifatnya itu turunan dari ayahnya, ya?

Zhang Huo Ju memperhatikan setiap langkah Lian Jie, hingga ia menemukan mimbarnya di atas gundukan tanah. Ketika Lian Jie mengangkat tangan kanannya ke arah tanah lapang di belakangnya, menyuruhnya mundur kira-kira semeter makin menjauhinya, Huo Ju pun menurutinya.

"Kalau begitu... kita mulai. Pertama-tama,"

Huo Ju mengangguk bersemangat, bersiap menerima instruksi. Akhirnya, dia bisa melihat Tai Chi. Salah satu jurus bela diri yang terkenal di daratan China sejak abad ke-12. Diciptakan pertama kali oleh Zhang Sanfeng. Haha, Huo Ju senang mengetahui kesamaan marga mereka. Mungkinkah Zhang Sanfeng adalah nenek moyangnya? Khayalan yang menarik! Berkhayal tak ada salahnya, kan?

"Ambil posisi awal. Berdiri tegak, angkat dua tangan lurus di depan dada, turunkan sampai ke depan ulu hati."

Aaa! Tidak boleh ketinggalan! Bukan saatnya berkhayal!

Huo Ju segera memposisikan dirinya seperti yang dicontohkan Lian Jie... eee, tentu saja agak sulit karena anak itu hanya menggunakan salah satu tangannya. Apa yang harus dilakukannya dengan tangan kirinya kalau tidak ada contohnya?

"Lalu putar badan ke kiri, lihat posisi kakiku dan tanganku! Jangan bikin gerakan aneh!"

Iya, iya...

Huo Ju bersusah payah mengikuti gerakan Lian Jie, tapi dia tak tahu apa yang harus dilakukan dengan tangan kirinya.

"Anu," dia oun membuka sesi pertanyaan di antara mereka sambil memasang kuda-kuda, sama seperti yang diperlihatkan kaki Lian Jie. "Gerakan ini maksudnya bagaimana? Ng, maksudku, setiap gerakan bela diri di China ini diajarkan dengan... semacam puisi."

Ya, adakah makna di balik gerakan ini? Huo Ju tak bisa menekan gejolak semangat seorang pemecah sandi di dalam dirinya ini.

"Anu,"

Wah, kebetulan. Lian Jie baru akan memprotes gerakan aneh yang dilakukan Huo Ju ketika gadis oriental itu bersuara. Baiklah, Lian Jie akan mendengarkannya lebih dulu. Memangnya dia mau tanya apa sih? Belum-belum sudah bertanya.

"Gerakan ini maksudnya bagaimana? Ng, maksudku, setiap gerakan bela diri di China ini diajarkan dengan... semacam puisi."

Ha? 'Semacam puisi' dia bilang?

Otak kecil Lian Jie mencoba menelusuri jalan pikiran bibinya. Jangan-jangan dia memakai istilah aneh untuk menyebut sesuatu yang mungkin dia tahu. Yah, dia belum tahu banyak tentang Zhang Huo Ju sih, tapi dari cara bertanyanya barusan, Lian Jie tahu kalau wanita di hadapannya itu bodoh.

Perlu beberapa detik bagi Lian Jie sampai bisa menangkap maksud 'puisi' yang disebut Huo Ju tadi. Apapun itu, Lian Jie malas menjawabnya kalau melihat posisi aneh yang dipergakan sang bibi. Mata Lian Jie yang sudah sipit jadi makin menyipit saja tampaknya.

"Daripada itu," Lian Jie berjalan mendekati Huo Ju untuk menendang kaki belakangnya, "Kuda-kuda kurang lebar," lalu mengitarinya untuk menampar tangan kiri Huo Ju yang aneh, "tangan ini aneh! Begini lho."

Lian Jie memasang kuda-kuda yang benar di samping Huo Ju, "Posisi tangan kanan begini,"Lian Jie mengangkat tangan kanannya sampai batas maksimal yang dia bisa dengan telapak tangan menghadap ke atas, "yang kiri begini." Lian Jie menunjukkan posisi tangan kiri yang telapak tangannya menghadap ke depan. "Gerakkan tangan seperti kalau sedang menyibak surai kuda."

Masih di posisi awal saja bentuk gerakannya sudah aneh!

Jangan balas kesal kalau Lian Jie tidak menggubris pertanyaan Anda lho. Yah, anak laki-laki itu memang malas untuk menjelaskan panjang lebar tentang segala sesuatu. Baginya, melihat posisi yang benar adalah prioritas utamanya saat ini. Mau protes tentang cara mengajarnya yang aneh? Silakan cari guru Tai Chi yang lain yang bisa dianggap lebih pantas darinya. Toh, dia hanya anak-anak. Kalau sudah memilih dia sebagai gurunya, harus menurut sama dia dong!

Huo Ju masih memasang wajah penuh semangat dengan harapan bisa menutupi rasa kantuk dan lelah, yang pasti masih terpampang jelas di wajahnya karena ia belum cuci muka sejak bangun tidur tadi, sampai ketika Lian Jie berjalan mendekatinya dan menendang kaki belakangnya.

Huwoh! Nyaris saja dia terjungkal dan terjatuh gara-gara posisi kakinya yang dipaksa lebih melebar. Otot pinggul dan pahanya sakit karena gerakan tiba-tiba yang dibuatnya itu. Dibuatnya? Ah, bukan, dia yang 'dibuat' begitu.

"Daripada itu, kuda-kuda kurang lebar, tangan ini aneh! Begini lho."

Seingatnya, Huo Ju tadi melemparkan pertanyaan serius tentang gerakan Tai Chi ini, tapi sepertinya Lian Jie mengabaikannya, ya?

"Posisi tangan kanan begini, yang kiri begini. Gerakkan tangan seperti kalau sedang menyibak surai kuda."

Anak laki-laki itu menunjukkan gerakan yang ingin Huo Ju menirunya dengan sempurna. Seperti menyibaik surai kuda, ya? Huo Ju memang belum pernah menghadapi kuda yang sebenarnya dan dia tidak tahu apa yang seharusnya dia lakukan kalau dia sedang menyibak surai kuda. Tapi setidaknya dia tahu bentuk kuda dan bagaimana cara menyibak surainya.

"Begini?" Huo Ju memperbaiki gerakannya. Ada rasa optimis memenuhi dadanya setelah dia melihat gerakan yang lebih detail dan lebih dekat.

Hm, ada sesuatu yang spesial yang terlihat di sini. Gerakan Tai Chi tidak patah-patah dan tidak membutuhkan tenaga. Huo Ju tak akan tahu kalau nanti Lian Jie akan menyuruhnya membubuhkan tenaga di dalam setiap gerakannya, tapi sejauh ini Huo Ju belum mendengar perintah itu.

Iya, ya? Kenapa ya?

"Tidak menyuruhku untuk menambah tenaga?" Huo Ju menoleh pada Li Lian Jie yang ada di sampingnya itu. "Biasanya jurus bela diri harus pakai tenaga."

Ah, benar juga. Mungkin ada baiknya dia menambahkan tenaga sendiri sehingga barangkali nanti Lian Jie akan menyukainya,

Baiklah, tentang yang menyibak surai kuda yang dia sampaikan tadi, Lian Jie sendiri mengaku kalau dia juga belum pernah menyentuh surai kuda. Mentok-mentoknya dia hanya pernah naik kereta kuda, bukan kudanya. Lalu kenapa dia memberikan teori macam itu? Dia hanya menerapkan apa yang pernah dipelajarinya dari ayahnya, guru Tai Chi-nya dulu.

"Begini?"

Lian Jie mengamati posisi tubuh Huo Ju dari kaki, naik ke pinggang, kemudian ke posisi tangan. Hm, kali ini lebih baik tapi... ada yang kurang. Eee, bukan. Justru kelebihan. Entah kenapa wajah penuh semangat yang ditunjukkan bibinya itu menjengkelkan Lian Jie. Sorot mata dan cengirannya serasa mengajaknya berakrab-akrab.

Menjijikkan.

"Jangan memandangiku, lihat lurus ke depan!" Lian Jie memalingkan muka darinya sambil memasang tampang masam.

Dasar, aku di sini untuk mengajari. Bukan untuk main bibi-keponakan!

Lian Jie memperhatikan setiap gerakan yang dibuat Huo Ju dengan seksama dan membeliak kaget ketika gadis itu memberikan sentakan tenaga di dalam gerakannya.

Wah...

"Tidak menyuruhku untuk menambah tenaga? Biasanya jurus bela diri harus pakai tenaga."

Oh, ternyata sang bibi berpikir juga. Lian Jie sempat punya pikiran kalau bibinya asal bersemangat saja dalam melakukan gerakannya. Ini pasti kali pertamanya dia melihat dan melakukan Tai Chi. Dan jalan pikiran bibinya yang dilontarkan lewat pertanyaan itu entah bagaimana mencegah protes Lian Jie.

Tapi ini juga salahnya sendiri yang tidak memberikan penjelasan di awal latihan. Hati kecilnya memberontak, tidak mau menerima kesalahan yang dia buat sendiri.

"Kau tidak akan membutuhkan tenaga dalam Tai Chi," katanya sambil meraba jemari bibinya itu dan melemaskan otot-ototnya. "Tai Chi dilakukan dengan tenang. Bukan tenaga yang kita butuhkan, tapi akal. Tai Chi adalah seni bela diri yang menggunakan tenaga lawan sebagai sumber tenaga untuk menyerang. Makanya, tidak ada gunanya kau mengeluarkan tenaga."

Penjelasan sementara ini cukup sampai di sini. Anak laki-laki itu rupanya terlalu malas untuk memberikan penjelasan panjang lebar.

Hoh, untuk membuat gerakan nomor dua kok rasanya lama sekali, ya?

"Jangan memandangiku, lihat lurus ke depan!"

Wanita itu sontak mengalihkan diri dari kesibukannya memandangi wajah keponakannya, berharap dapat melihat senyum kepuasan, tapi sepertinya itu tidak terkabul. Ada yang aneh dengan anak itu. Anak-anak seusianya pada umumnya dipenuhi cengiran iseng... atau Huo Ju sedang menyamakan Lian Jie dengan anak yang lain?

Anak ini dingin sekali.

Yah, sekarang ini yang penting adalah Tai Chi. Tai Chi!

"Kau tidak akan membutuhkan tenaga dalam Tai Chi. Tai Chi dilakukan dengan tenang. Bukan tenaga yang kita butuhkan, tapi akal. Tai Chi adalah seni bela diri yang menggunakan tenaga lawan sebagai sumber tenaga untuk menyerang. Makanya, tidak ada gunanya kau mengeluarkan tenaga."

Oh, begitu ya? Dengan tampang bodoh, Huo Ju melemaskan otot-ototnya begitu tangan Lian Jie meraba jemarinya.

Lian Jie itu... kelihatannya memang dingin. Tapi...

Huo Ju tersenyum ketika ia mengurangi jumlah tenaga yang dia isi pada kedua tangannya tadi. Lega juga karena dia tidak perlu khawatir dengan perbandingan tenaganya bila nanti ia berhadapan dengan lawan yang lebih kuat darinya. Menggunakan tenaga lawan merupakan hal yang menguntungkan baginya, bukan?

Semakin menarik saja pelajaran ini!

"Lalu berikutnya?" tanyanya, bersemangat. Tapi kemudian pikirannya segera terganggu oleh satu hal dari penjelasan Lian Jie yang baginya sama sekali belum menjelaskan apa-apa. "Tai Chi menggunakan akal? Memangnya bagaimana? Apakah ada hubungannya dengan menggunakan tenaga lawan tadi? Jadi, kita memanfaatkan gerakan mereka, begitu?"

Untuk pertanyaan satu ini, Huo Ju rela membekukan dirinya barang beberapa menit demi mendengar jawabannya.

Baiklah, sudah saatnya untuk menuju gerakan yang berikutnya. Lian Jie melangkah meninggalkan Huo Ju menuju panggung kecil yang tadi dia tinggalkan demi memperbaiki gerakan wanita itu.

"Tai Chi menggunakan akal? Memangnya bagaimana? Apakah ada hubungannya dengan menggunakan tenaga lawan tadi? Jadi, kita memanfaatkan gerakan mereka, begitu?"

Ting! Hei, Nona, tahukah Anda apa pengaruh banyaknya pertanyaan itu pada Exorcist kecil bernama Li Lian Jie ini?

Lian Jie langsung menghentikan langkahnya dan menghembuskan nafas panjang. Kesal, sekaligus gagal memendam kekesalannya dalam hati. Lalu dia berputar dengan cepat, menjadikan tumit sebagai poros perputaran tubuhnya. Apa Nona bisa melihat ekspresi sewotnya? Terlihat jelas lho dari bibirnya yang mengerut seperti busur dan kedua alisnya yang hampir bertautan di pusat dahinya.

"Kau itu mau belajar Tai Chi atau mau menginterogasiku? Pertanyaanmu banyak sekali!" protes Lian Jie pada Huo Ju yang membombardir dirinya dengan sekian pertanyaan yang jawabannya bisa ditulis menjadi tiga atau lebih buku.

Aaah! Merepotkan!

Bersungut-sungut, Lian Jie kembali menghampiri bangku di bawah pohon yang sempat ia tinggalkan selama beberapa menit yang penuh derita ini. Mau duduk lalu mengambek? Seandainya dia bisa melakukan itu. Tapi Lian Jie yang ingin segera menyelesaikan kegiatan menyebalkan ini, memilih untuk melepaskan kain segitiga yang menjadi penopang lengan kirinya itu dan melemparkan kain itu ke atas bangku, seraya berjalan kembali ke puncak gundungan tanah yang tadi.

Kalau cuma beberapa menit, dia bisa bertahan. Mm, tapi sebenarnya tidak terlalu sakit sih.

"Sudahlah! Lihat dulu gerakanku!" katanya.

Daripada kerepotan.

Bukannya lebih baik kalau dia yang memberi contoh lebih dulu, sehingga Huo Ju tidak akan banyak membuat kesalahan dan mulutnya bisa terkunci? Bodohnya, cara ini baru saja terpikir olehnya.

"Tai Chi memiliki tiga belas jurus dasar yang terbagi menjadi delapan teknik tangan dan lima teknik kaki. Delapan teknik tangan di antaranya adalah menangkis, memutar, menekan, mendorong, menyebar, mengambil, menyiku, dan bersandar. Sedangkan lima teknik kaki terdiri atas bergerak ke depan, mundur, kiri, kanan, dan di tengah."

Lian Jie memulai gerakannya. Dimulai dari gerakan awal, yaitu mengangkat kedua tangannya ke atas, kemudian menyusul ke gerakan berikutnya dengan lebih natural, "Kaki bergerak ke kiri. Tangan kiri menekan, tangan kanan mengambil." Kemudian berlanjut ke gerakan ketiga dan seterusnya yang sedari tadi selalu tertunda, "Kemudian kaki bergerak mundur, Tangan kanan menangkis, tangan kiri mendorong..."

Sampai kemudian Lian Jie melakukan gerakan yang terus berkesinambungan antara tangan dan kaki, seperti tak ada jeda hingga berhenti dengan kaki memasang kuda-kuda, kedua tangan terangkat ke atas. Tangan kiri terbuka, menghadap ke depan, sementara tangan kanan seperti melakukan gerakan mengambil.

"Tahu lambang yin dan yang? Gerakan ini melambangkan simbol itu."

Bisakah melihatnya?

"Kau itu mau belajar Tai Chi atau mau menginterogasiku? Pertanyaanmu banyak sekali!"

Wah, dia marah. Huo Ju langsung menutup rapat-rapat mulutnya, walau hatinya tak rela. Baiklah, untuk hal ini, salahkan dia yang terlalu banyak bertanya karena terlalu bersemangat. Dia begitu ingin tahu, ingin paham, dan ingin bisa. Bukan sebuah kesalahan besar, tapi terkadang besaran hasratnya yang tak tertahankan bisa menjengkelkan orang juga.

Zhang Huo Ju mengawasi Li Lian Jie melepaskan kain penopang lengan kirinya, yang seharusnya tak boleh digerakkan. Ia tampak kesal, tapi Huo Ju tidak punya sesuatu untuk dikatakan, kecuali mungkin satu hal.

"Anu, apa kau benar-benar boleh menggerakkan tangan kirimu? Itu luka, kan?"

Baiklah, coret dugaannya tadi. Dia bukannya tidak punya sesuatu untuk dikatakan, tapi dia 'tidak boleh' punya sesuatu untuk dikatakan. Remaja bertampang dingin tanpa senyuman itu tampaknya mengabaikannya (atau tidak mendengarnya?).

"Sudahlah! Lihat dulu gerakanku!"

Huo Ju pun menarik diri dari posisi kuda-kudanya, kembali berdiri secara normal untuk memperhatikan keponakannya itu memberikan contoh gerakan yang benar dengan anggota badan lengkap.

"Tai Chi memiliki tiga belas jurus dasar yang terbagi menjadi delapan teknik tangan dan lima teknik kaki. Delapan teknik tangan di antaranya adalah menangkis, memutar, menekan, mendorong, menyebar, mengambil, menyiku, dan bersandar. Sedangkan lima teknik kaki terdiri atas bergerak ke depan, mundur, kiri, kanan, dan di tengah."

Hooo, ternyata ada begitunya juga.

Dengan seksama, Zhang Huo Ju memperhatikan baik gerakan maupun apa-apa yang keluar dari mulut Lian Jie. Dia pun turut membayangkan dirinya yang berada pada posisi Lian Jie, menggerakan badannya. Kadang kalau dia lupa diri, dia bisa membayangkan terlalu jauh, seperti membayangkan dirinya yang sudah menjadi ahli Tai Chi dan bertarung menghadapi lima lawan sekaligus.

Huo Ju memejamkan matanya dan menggeleng keras, mengusir bayangan-bayangan pengganggu itu. Gawat kalau dia tidak memerhatikan! Bisa-bisa dia kehilangan jejak dan tak bisa menemukan jawaban di balik jurus Tai Chi itu.

"Tahu lambang yin dan yang? Gerakan ini melambangkan simbol itu."

Gelagapan, Huo Ju membuka mata dan kembali memperhatikan gerakan yang dibuat Lian Jie, "Ha?"

Keningnya berkerut dan dia meraba bibirnya, mencoba berpura-pura berpikir. Yah, pasti dia sudah melewatkan sesuatu yang penting ketika ia sibuk berimajinasi tadi.

'Bisakah melihatnya?' adalah monolog Lian Jie yang jawabannya hanya bisa didapat dari Zhang Huo Ju, wanita yang kini sedang berada di hadapannya. Setidaknya, Lian Jie bisa mendengar jawaban "ah iya benar" atau "masa sih", tapi ia sama sekali tak mengira jawabannya adalah "Ha?"

Hening. Tentunya hening yang mencekam.

"Jangan 'ha' dong!" bentak Lian Jie, meninggalkan posisi jurusnya hanya demi memarahi Huo Ju, tak peduli apakah dia bibinya atau bukan. "Aku sudah susah payah memberimu contoh, pikiranmu melayang ke mana sih? Kalau begini caranya percuma dong aku mengajarimu!"

Ada yang mau menyuruhnya untuk bersabar? Kalaupun ada, nampaknya tak akan berpengaruh pada Lian Jie. Bagaimana tidak? Dia sudah rela melanggar persetujuannya dengan staf Infirmary bahwa ia tak akan menggerakkan tangan kirinya selama tiga atau lima minggu, tapi itu semua ternyata hanya untuk hal yang sia-sia seperti ini.

"Kau ini sebenarnya niat belajar Tai Chi atau tidak? Atau kau sengaja merencanakan semua ini untuk tujuan yang lain?"

Bisa saja, kan? Misalnya hanya sekadar ingin berakrab-akrab ria; hal yang paling membosankan bagi Lian Jie.

"Sudah ah!" Lian Jie merasa cukup. Berikutnya, ia tak akan melunak lagi. "Sekarang giliranmu! Lakukan seperti apa yang aku contohkan tadi! Lakukan dengan benar!"

Oh, ya, Lian Jie tak akan puas jika dia belum bisa menjadi guru yang ganas bagi muridnya yang tak memerhatikan pelajarannya. Padahal Huo Ju yang memintanya mengajarkan Tai Chi. Kenapa sekarang malah tidak menekuninya?

Dasar wanita pemalas!

Apa Lian Jie akan marah? Sedikit banyak, Huo Ju berharap Lian Jie tak tahu kalau tadi ia melamun... tapi Tuhan berkehendak lain. Atau Tuhan 'selalu' berkehendak lain?

"Jangan 'ha' dong! Aku sudah susah payah memberimu contoh, pikiranmu melayang ke mana sih? Kalau begini caranya percuma dong aku mengajarimu!"

Waduh, dia benar-benar marah. Huo Ju sampai berjengit ketika mendengar bentakannya pertama kali. Iya sih, dia yang salah karena terlalu asyik dengan imajinasinya yang datang tidak tepat waktu itu.

"Maaf, maaf..." Huo Ju memberanikan diri untuk meminta maaf, tapi langsung kena semprot sekali lagi.

"Kau ini sebenarnya niat belajar Tai Chi atau tidak? Atau kau sengaja merencanakan semua ini untuk tujuan yang lain?"

Untuk pertanyaan pertama, tentu saja dia sangat niat mempelajari Tai Chi! Tujuannya? Huo Ju ingin tahu rahasia di balik Tai Chi. Menurutnya, gerakan Tai Chi itu dirancang sedemikian rupa karena melambangkan sesuatu. Mungkin ada gunanya bagi kehidupan manusia-manusia sekarang. Yah, hitung-hitung untuk mengasah kemampuan sebagai pemecah sandi.

Tujuan lain? Huo Ju mengaku, ada juga sih. Apalagi kalau bukan pendekatan dengan keponakannya? Mereka keluarga dan seharusnya bisa akrab. Namun rupanya sampai sekarang, Lian Jie malah sama sekali tidak menunjukkan kehangatan padanya. Justru hanya marah dan dingin.

Apa dia begitu pada semua orang, ya?

"Sudah ah!"

"Hng?" Huo Ju menatap lekat-lekat wajah Lian Jie. Berpikir seakan-akan Lian Jie mengambek dan akan berhenti mengajarinya, tapi pikiran itu langsung ditepis oleh perintah Lian Jie yang berikutnya.

"Sekarang giliranmu! Lakukan seperti apa yang aku contohkan tadi! Lakukan dengan benar!"

"HEH?!" lengking Huo Ju, kaget.

Tapi apa boleh buat? Dia memang harus menebus kesalahannya dengan hal yang setimpal. Menirukan gerakan Lian Jie, kali ini tanpa pemandu mungkin adalah hukuman yang pantas buatnya. Padahal dia ini bibinya. Masa tega memerintah bibi?

Huo Ju pun mengulangi gerakan Tai Chi dari awal hingga posisi terakhir yang baru saja ditunjukkan oleh Lian Jie. Bentuk jadinya pasti aneh karena ia melewatkan beberapa poin penting dan dia menyesalinya.

Dasar imajinasi! Lain kali datang di saat yang tepat dong!

"HEH?!"

"Jangan protes! Kau ingin menguasai Tai Chi, tidak? Matahari sudah makin tinggi. Kalau tidak segera melakukannya, kau akan terlambat bekerja!"

Nah, lihat akibatnya kalau tidak memerhatikan? Lian Jie turun dari gundukan tanah pelan-pelan sambil menjaga keseimbangan tubuhnya agar tidak mengganggu tulang iganya yang sedang dalam masa pertumbuhan. Merasa tak mungkin jemarinya yang lemas karena jarang digunakan ini mampu membuat simpul yang kuat bagi kain segitiganya, Lian Jie menggunakan tangan kanannya sebagai pengganti penopangnya, di balik punggungnya.

Huo Ju rupanya memilih untuk menuruti kemauan Lian Jie. Lucu juga, padahal Lian Jie hanya melampiaskan kekesalannya dan tak ada maksud lain selain itu.

Dia berjalan mendekati Huo Ju dan mengitarinya, kemudian menyerukan kata-kata luapan kejengkelannya, "Lebarkan kuda-kuda! Lihat lurus ke depan! Jangan merusak gerakannya!"

Kata-kata itu hanya asal dilemparkan saja oleh Lian Jie. Dia bahkan tak melihat seluruh gerakan Huo Ju dengan teliti.

Kenapa Lian Jie jadi benar-benar merasa kalau dia seperti benar-benar punya murid, ya? Ketika teringat dengan gurunya, Lim Jeong Hu, tentu ia merasa kesal sendiri. Baginya, guru itu ideal dengan wujud bapak-bapak atau ibu-ibu. Sedangkan Lian Jie tak mau kelihatan tua.

Tapi dia cukup menikmati bagian ketika ia berteriak 'ulangi lagi dari awal'.

Setengah jam dia habiskan hanya untuk membetulkan gerakan salah, hingga matahari benar-benar sudah tinggi. Lian Jie tak suka sinar matahari yang membuatnya harus menyipit ketika memandang suatu benda yang memantulkan kilau terang di saat-saat begini. Contohnya, beningnya air kolam.

"Hari ini sampai sini saja," kata Lian Jie sambil meraih kain segitiga dari bangku dan menyampirkannya ke bahunya.

Perkara staf Infirmary menegurnya, Lian Jie akan dengan bebas bisa menudingkan jari telunjuknya ke wanita bernama Zhang Huo Ju.

Salah siapa, coba?

"Lebarkan kuda-kuda! Lihat lurus ke depan! Jangan merusak gerakannya!"

S-Spartan!

Huo Ju berlomba dengan setiap kalimat yang Lian Jie ucapkan ketika membuat gerakan jurus Tai Chi. Hasilnya? Tai Chi semestinya dilakukan dengan rileks, tapi dia malah jadi tergesa-gesa dan gerakannya mulai berantakan.

Payah deh.

Tai Chi yang terlihat mudah di awal, kenapa jadi sulit begini? Apalagi, ketika harus melakukannya sendiri, dia jadi sering salah bergerak. Mungkin pemicunya adalah karena gerakan Tai Chi selalu berkesinambungan. Tidak ada jeda sama sekali sebagai penanda pergantian gerakan. Walaupun Lian Jie tadi sudah menjabarkan masing-masing gerakan sehingga terkesan berbeda (sayangnya tidak begitu dia perhatikan), mempraktekannya ternyata tak semudah itu.

Setengah jam berlalu dan Huo Ju mulai berkeringat. Tuh kan, keringat adalah bukti bahwa dia sama sekali tidak rileks. Lian Jie boleh marah padanya soal ini. Tapi ternyata anak itu malah memintanya untuk berhenti.

"Hari ini sampai sini saja,"

Hari ini, kan? Berarti besok masih boleh dilanjutkan? Huo Ju tampaknya masih memnyimpan semangat untuk pelajaran berikutnya.

"Berarti besok kita akan melanjutkannya, kan?" kali ini dia ungkapkan pikirannya melalui kata-katanya.

Lian Jie, tolong jawab 'iya'! Kumohon!

Huo Ju melangkahkan kakinya menuju tempatnya pulang, yaitu Black Order.




[OUT]

"Berarti besok kita akan melanjutkannya, kan?"

Lian Jie menimang-nimang antara dua jawaban. Dia menapaki jalan kembali ke Black Order setapak demi setapak, perlahan-lahan. Kemudian dia berbalik dan menjawab, "Mungkin tidak. Aku malas kalau bibi yang jadi muridku."

Terserah apa yang akan dilakukan oleh bibinya. Yang jelas, sekarang Lian Jie akan berlari tanpa menoleh ke belakang. Begitu ia sampai di Black Order, dia pasti akan kehabisan nafas dan memilih untuk istirahat di Infirmary.

Mau ada yang memarahinya? Kan dia sudah punya orang untuk dikambing hitamkan.




[FIN]